Rabu, 11 Januari 2012

TAMBUK


Satu dari banyak karakter manusia yang buruk adalah Tambuk. Sikap dan tindakan manusia ini yang selalu cenderung menolak kebaikan dan kebajikan. Kecenderungan yang diekspresikan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Tandanya ? Megaku paham terhadap keadaan, tetapi tetap ngeyel tak mau mengerti dan menerima realita. Bahkan, ngotot pula menolak penjelasan, meski penjelasan itu benar dan terang benderang. Karana itu, manusia tambuk bisa hidup dimana saja. Tak terkecuali diberbagai lembaga tinggi negara.
Belakangan hari, ekspresi manusia tambuk menjalar ditengah masyarakat. Datang berkunjung di kehidupan kita, melalui berbagai acara talkshow televisi. Wawancara radio, pemberitaan surat kabar dan berkembang biak di segala lapisan.
Manusia Tambuk terbilang golongan masyarakat yang sibuk dengan pikiran nya sendiri, untuk kepentingan nya sendiri, meski dari bibir mereka keluar berbagai pernyataan, untuk dan atas nama orang banyak. Kemasan retorika nya nyaris seragam dan artifisial : mengurusi urusan orang lain, sambil tak pernah menunjukan kinerja optimal atas urusan nya sendiri.
Dalam menejemen lembaga negara, partai politik, perusahaan , bahkan organisasi kemasyarakatan, karakter Tambuk justru sering menjalar dilingkungan para penyandang fungsi menejerial. Inilah pangkal sebab, mengapa kita selalu mengalami hambatan-hambatan besar dalam meningkatkan kinerja. Dari berbagai penelitian dibelahan Amerika Selatan, asia dan afrika, sikap tambuk menjadi faktor utama lambanya perbaikan human developing index.
Dilingkungan lembaga politik praktis, karakter Tambuk menyebabkan terjadinya proses pembelaan terhadap rakyat selaku pemilik sah kedaulatan. Karena rakyat selalu hanya diposisikan sebagai objek yang amat mudah dipermainkan sebagai topik perdebatan tak berkesudahan. Dilapangan ekonomi dan sosial pun demikian adanya. Karena mereka yang terjangkit virus Tambuk, umumnya kalangan yang selalu merasa dirinya sebagai pemegang otoritas untuk segala urusan.
Mereka selalu memandang apa yang dikerjakan orang lain, bila tidak sesuai pikiran dan kepentingan nya meski diwilayah luar wewenangnya adalah perbuatan atau tindakan yang salah. Mereka sangat suka menilai pekerjaan orang lain, lantas menuduh orang lain begini begitu. Ironis nya para tambuk tak pernah mau menilai dirinya sendiri. Bahkan ketika meraka sadar, bahwa dirinya sakah dan keliru, bukan perbaikan diri yang dilakukan. Satu-satu nya pilihan untuk para tambuk saat mengetahui dirinya salah dan keliru adalah ngotot sejadi-jadinya menyalah kan orang lain.
Para tambuk , mengukur segala  ihwal, berdasarkan kepuasan dan ketidakpuasan berdasarkan ukuran nya sendiri. Ketika mereka  merasa tak puas dengan sesuatu keadaan, yang mereka lakukan bukan berusaha mencari dan menemukan solusi untuk memperbaiki keadaan, melainkan menghimpun dukungan dari kalangan orang yang tidak puas untuk dieksplorasi menjadi kekuatan pendorong dan penekan. Kalau perlu, menciotakan kondisi lebih buruk.
Dengan kemasan kebaikan mereka sangat suka menebar friksi berkembang menjadi konflik. Bagi mereka, memenangkan kepentingan dirinya atau kelompoknya. Kalah menang  menjadi ukuran absolut bagi para tambuk.
Masyarakat dan bangsa yang sedang mengalami transisi perubahan, akan selalu berhadapan dengan para tambuk. Hanya ada satu cara mengatasi dan menghadapi para tambuk : tegakan kompetensi profesional secara edukatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar