Satu dari banyak karakter manusia
yang buruk adalah Tambuk. Sikap dan tindakan manusia ini yang selalu cenderung
menolak kebaikan dan kebajikan. Kecenderungan yang diekspresikan secara
terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Tandanya ? Megaku paham terhadap
keadaan, tetapi tetap ngeyel tak mau mengerti dan menerima realita. Bahkan,
ngotot pula menolak penjelasan, meski penjelasan itu benar dan terang
benderang. Karana itu, manusia tambuk bisa hidup dimana saja. Tak terkecuali
diberbagai lembaga tinggi negara.
Belakangan hari, ekspresi manusia
tambuk menjalar ditengah masyarakat. Datang berkunjung di kehidupan kita,
melalui berbagai acara talkshow televisi. Wawancara radio, pemberitaan surat
kabar dan berkembang biak di segala lapisan.
Manusia Tambuk terbilang golongan
masyarakat yang sibuk dengan pikiran nya sendiri, untuk kepentingan nya
sendiri, meski dari bibir mereka keluar berbagai pernyataan, untuk dan atas
nama orang banyak. Kemasan retorika nya nyaris seragam dan artifisial : mengurusi
urusan orang lain, sambil tak pernah menunjukan kinerja optimal atas urusan nya
sendiri.
Dalam menejemen lembaga negara,
partai politik, perusahaan , bahkan organisasi kemasyarakatan, karakter Tambuk
justru sering menjalar dilingkungan para penyandang fungsi menejerial. Inilah
pangkal sebab, mengapa kita selalu mengalami hambatan-hambatan besar dalam
meningkatkan kinerja. Dari berbagai penelitian dibelahan Amerika Selatan, asia
dan afrika, sikap tambuk menjadi faktor utama lambanya perbaikan human
developing index.
Dilingkungan lembaga politik praktis,
karakter Tambuk menyebabkan terjadinya proses pembelaan terhadap rakyat selaku
pemilik sah kedaulatan. Karena rakyat selalu hanya diposisikan sebagai objek
yang amat mudah dipermainkan sebagai topik perdebatan tak berkesudahan.
Dilapangan ekonomi dan sosial pun demikian adanya. Karena mereka yang
terjangkit virus Tambuk, umumnya kalangan yang selalu merasa dirinya sebagai
pemegang otoritas untuk segala urusan.
Mereka selalu memandang apa yang
dikerjakan orang lain, bila tidak sesuai pikiran dan kepentingan nya meski
diwilayah luar wewenangnya adalah perbuatan atau tindakan yang salah. Mereka
sangat suka menilai pekerjaan orang lain, lantas menuduh orang lain begini
begitu. Ironis nya para tambuk tak pernah mau menilai dirinya sendiri. Bahkan
ketika meraka sadar, bahwa dirinya sakah dan keliru, bukan perbaikan diri yang
dilakukan. Satu-satu nya pilihan untuk para tambuk saat mengetahui dirinya
salah dan keliru adalah ngotot sejadi-jadinya menyalah kan orang lain.
Para tambuk , mengukur segala ihwal, berdasarkan kepuasan dan ketidakpuasan
berdasarkan ukuran nya sendiri. Ketika mereka
merasa tak puas dengan sesuatu keadaan, yang mereka lakukan bukan
berusaha mencari dan menemukan solusi untuk memperbaiki keadaan, melainkan
menghimpun dukungan dari kalangan orang yang tidak puas untuk dieksplorasi
menjadi kekuatan pendorong dan penekan. Kalau perlu, menciotakan kondisi lebih
buruk.
Dengan kemasan kebaikan mereka sangat
suka menebar friksi berkembang menjadi konflik. Bagi mereka, memenangkan
kepentingan dirinya atau kelompoknya. Kalah menang menjadi ukuran absolut bagi para tambuk.
Masyarakat dan bangsa yang sedang
mengalami transisi perubahan, akan selalu berhadapan dengan para tambuk. Hanya
ada satu cara mengatasi dan menghadapi para tambuk : tegakan kompetensi
profesional secara edukatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar